Bantul - Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah bekerjasama dengan International Government (IGOV) menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Kupas Tuntas Bencana Asap di Indonesia” di ruang pertemuan Lantai 4 Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (3/11/15). Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan sumbangan pikiran untuk mengatasi bencana asap yang melanda Indonesia.
Diskusi ini menghadirkan empat pembicara yaitu Prof Dr Mujahidin Mawardi (Majelis Lingkungan Hidup, PP Muhammadiyah), Rahmawati Husein, PhD (Muhammadiyah Disaster Management Center), Eko Priyo Purnomo, PhD (Majelis Lingkungan Hidup, PP Muhammadiyah), Dr Yeni Widowati (Magister Ilmu Hukum UMY).
Prof Mujahidin Mawardi menyatakan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia sengaja dibakar, sehingga terjadi kebakaran secara masif. Untuk memadamkan satu hektare gambut dibutuhkan 2.700 kubik air atau setara hujan selama satu tahun. “Bahkan jika menggunakan helikopter membutuhkan ribuan helikopter,” kata Mawardi.
Pembicara Eko Priyo Purnomo mengusulkan Indonesia sebagai paru-paru dunia sudah menyumbangkan oksigen kepada negara-negara tetangga selama berpuluh-puluh tahun. Namun mereka tidak pernah mengucapkan terimakasih kepada Indonesia yang telah memberikan oksigen. “Sekarang baru satu bulan terimbas asap kebakara hutan, negara-negara tetangga sudah marah-marah,” tandas Eko.
Sedangkan Rahmawati Husein menjelaskan dampak dari asap ini mempengaruhi beberapa sektor, di antaranya, sektor ekonomi, perkebunan, kesehatan dan sosial. Hingga saat ini jumlah korban jiwa 19 orang dan penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) mencapai 500.000 jiwa lebih.
Sementara Yeni Widowati memberikan usulan solusi mengatasi bencana asap perlu adanya penegakkan hukum. Selain itu perlu adanya reformulasi regulasi mengenai kehutanan dan lingkungan hidup. “Dalam UU no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan apabila pebakaran kurang dari dua hektare bukan suatu pelanggaran. Kalau banyak yang berperdoman pada UU ini maka hutan kita bisa habis,” tandas Yeni.
Benang merah diskusi publik ini mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum yang setegak-tegaknya. Agar kejadian ini tidak terulangi lagi di masa-masa mendatang. Selain itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap perundang-undangan lingkungan hidup dan kehutanan. (dzar)
Kontributor : heri purwata