MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAGELANG – “Al-Qur’an adalah kitab kita, umat muslim, lantas tidak malukah jika kita yang mengaku muslim tapi tidak bisa membaca Al-Qur’an?”, kalimat itulah yang muncul dari sosok mualaf yang sedang gencar-gencarnya memperluas agama kebenaran, Uli Simbolon.
Setiap manusia memiliki alur jihadnya masing-masing, Uli Simbolon adalah salah satu sosok yang berjihad melaui kegiatan binaan mualaf. Dalam perjalanan jihadnya, Uli merasa sangat terbantu dengan uluran tangan dari jama’ah yang ada di Pimpinan Ranting Muhammadiyah Gunungpring. Berkat bantuan Muhammadiyah Gunungpring pada awalnya, menjadi spirit utama Uli dalam membentuk suatu paguyuban bernama “Paguyuban Mualaf Magelang” (PMM).
“Muhammadiyah Gunungpring adalah salah satu pihak yang sangat berperan dalam proses saya, selalu memberi dukungan dan senantiasa memberi pengdampingan kepada para jama’ah mualaf untuk mempelajari Islam,” ucap perempuan yang memeluk Islam pada tahun 2013 ini.
Diakui oleh Uli, proses dan perjalanan hijrahnya tidaklah mudah, sampai pada waktunya ia dipertemukan dengan pihak Muhammadiyah Gunungpring yang hingga saat ini masih setia memberi dukungan kepada Uli, baik moril maupun materil.
“Selain memberi dukungan secara moril, Muhammadiyah Gunungpring juga memfasilitasi kendaraan untuk keperluan jama’ah binaan mualaf,” ucap Uli.
Sementara itu, perjuangan Uli dalam menghidupkan PMM ini sangat dikuatkan oleh uluran tangan Muhammadiyah Gunungpring. Uli mengaku bahwa kuatnya ambisi untuk mendirikan PMM ini berangkat dari rasa prihatin, rasa sedih dan pilu melihat teman-teman seperjuangan mualaf yang belum memiliki ruang belajar Islam yang memadai.
“Saya mengerti bagaimana perjuangan menjadi seorang mualaf, sangat butuh bimbingan, makanya saya tidak ingin teman-teman saya merasakan hal susah seperti yang saya rasakan dahulu, saya ingin membantu, kita bersama-sama belajar menjadi muslim yang kaffah,” kata Uli.
Hingga saat ini, PMM yang diampu oleh Uli sudah menginjak tahun ke-dua, setelah melewati banyak hal yang harus diperjuangkan seperti menjemput tiap jama’ah binaan, menghadapi tuduhan sebagai paguyuban yang melenceng, membujuk para mualaf untuk mau belajar mengaji tanpa adanya rasa malu dan belajar tentang dunia Islam lainnya.
Ketika Uli bercerita tentang semangatnya dalam merangkul para mualaf untuk berproses menjadi islam yang kaffah, harapan Uli hanya satu, yakni ingin membantu proses para mualaf untuk bisa membaca Al-Qur’an, mengerti tata cara shalat, serta hal keislaman lainnya.
“Tidak ada kata terlambat untuk terus berproses menjadi baik, termasuk berproses untuk menjadi umat islam yang kaffah, umat islam yang sebenar-benarnya,” tutup Uli. (nisa pujiana)