Pertanyaan Dari:
Ny. Rusdiyah, Gang Ulama 6, Kauman Selatan Purwodadi, Grobogan 58111
Tanya:
Setelah saya membaca tulisan Drh. Imbang Dwi Rahayu dalam SM. No. 15/82/1997 tentang Labelisasi Halal Produk-Produk Peternakan, ada beberapa pertanyaan yang saya sampaikan kepada pengasuh rubrik Fatwa Agama SM sebagai berikut:
1. Apakah kapsul (dari resep) dijamin halal?
2. Bila importir tertipu, produk yang berasal dari Barat sebenarnya dari babi, tapi dikatakan bukan dari babi, lalu dipasarkan dan konsumen merasa aman kemudian dikonsumsi oleh masyarakat, apakah masyarakat berdosa karena tidak tahu?
3. Jika suatu produk dilakukan pemeriksaan oleh tim, produsen memberikan data merasa benar tetapi sebenarnya keliru, lalu diberikan sertifikat halal sehingga karenanya konsumen merasa aman dan percaya. Bagaimana hukumnya masyarakat yang mengkonsumsi barang tersebut yang sebenarnya haram?
4. Apakah boleh orang Islam terutama para tim pemeriksa percaya pada keterangan data campuran bahan makanan dan obat yang tidak dapat dideteksi tanpa menyaksikan proses produksi di negara asal produk tersebut?
5. Apa usaha orang Islam agar tidak ada kemungkinan mengkonsumsi produk barang yang haram?
Jawab:
Untuk pertanyaan yang pertama, barangkali yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah Lembaga Konsumen, karena lembaga tersebut ada yang mempunyai laboratorium untuk menelitinya.
Pertanyaan kedua, yang berdosa adalah yang menipu, sedang masyarakat yang mengkonsumsi tidak berdosa karena tidak tahu, berdasar hadis:
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Artinya:“Dihapus (dosa) ummatku karena salah, lupa dan karena dipaksa.”
Orang berbuat salah itu antara lain karena tidak tahu.
Untuk pertanyaan ketiga:
a. Masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut tak berdosa berdasar kepercayaannya kepada label halal.
b. Tim peneliti semestinya tidak percaya begitu saja terhadap data yang diberikan oleh produsen. Tetapi perlu diteliti ulang di laboratorium. Sebab bila salah dalam menentukan halal/haram akibatnya akan ditanggung di dunia dan akhirat.
c. Produsen juga perlu mengadakan cek ulang untuk menghindari penipuan yang dilakukan oleh pihak luar yang sengaja menipu dan tidak menghiraukan aturan-aturan agama.
Untuk pertanyaan keempat, orang Islam -pada umumnya- boleh percaya boleh tidak pada data campuran/ramuan suatu produk. Kalau percaya dan yakin tak ada masalah. Kalau tidak percaya -terhadap makanan misalnya- bisa ditinggalkan. Tetapi untuk obat (dengan resep dokter) bila tidak ada jenis lainnya harus kita konsumsi, karena diperlukan untuk penyembuhan dan karena darurat. Hal mi berdasarkan kaidah:
اْلحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ.
Artinya:“Hajat (kebutuhan) ditempatkan pada tempat darurat dan darurat itu membolehkan yang dilarang.”
Untuk pertanyaan kelima, supaya orang Islam tidak keliru mengkonsumsi barang yang haram maka harus mempunyai Lembaga Konsumen yang dilengkapi laboratorium untuk meneliti produk-produk konsumtif, dan hasilnya diumumkan ke masyarakat. Karena dana yang diperlukan untuk ini besar sekali, sebelum mempunyai sendiri, untuk sementara waktu lembaga ini bisa kerjasama dengan instansi lain yang ada kaitannya dengan penelitian.