Sabtu, 20 April 2024

BADAL HAJI, MENERIMA IMBALAN DARI MELEMPAR JUMRAH DAN HAJI DENGAN PASPOR HIJAU

Pertanyaan Dari:

H. Ashdar Chatib,

SMU Muhammadiyah Jl. Imam Bonjol Sungai Penuh, Kerinci, Jambi

 

Tanya:

1.      Tentang Badal Haji

Seseorang yang telah menunaikan ibadah haji, pada musim haji berikutnya ia menunaikan haji lagi. Dalam rombongan ada temannya yang meminta tolong kepadanya supaya menghajikan isterinya yang meninggal beberapa saat sebelum berangkat haji, adapun imbalannya atau badalnya berupa uang. Pertanyaan saya adalah;

a.       Apakah boleh orang yang telah menunaikan ibadah haji menerina badal haji dan apa alasannya?

b.      Andaikata uang badal itu diterima apakah hilang ibadah haji untuknya? Mungkinkah semua pahala hajinya kembali kepada almarhumah isteri temannya?

c.       Apakah boleh laki-laki menjadi badal haji dari perempuan ataukah badal haji itu harus sama jenis kelaminnya dengan yang digantikan?

2.      Menerima imbalan melontar jumrah di Mina

Pada musim haji kota Mina sangat panas dan penuh sesak oleh jama’ah haji. Jama’ah haji Indonesia ditempatkan di sebalik bukit dengan melewati terowongan. Setelah melontar pada hari pertama, maka pada hari kedua dan selanjutnya banyak jama’ah kita yang merasa capek, terutama jama’ah haji perempuan dan jama’ah yang tua-tua. Mungkin karena tempat melontar tersebut sangat jauh dan perkemahan. Oleh karenanya banyak jama’ah yang minta tolong dengan cara mereka masing-masing memberi batu lontaran. Pertanyaannya:

a.       Bolehkah satu orang menolong melontar jumrah untuk beberapa orang? Apabila boleh atau tidak boleh apa alasannya?

b.      Bolehkah seseorang yang menolong melontar jumrah menerima imbalan berupa uang dari para jama’ah yang banyak itu tadi?

3.      Uang sisa pembelian hewan dam atau kurban.

Bagaimana hukumnya apabila dalam satu kelompok jama’ah haji ada seorang yang fasih berbahasa Arab kemudian disuruh oleh ketua kelompoknya untuk membeli kambing bagi jama’ah yang berhaji tamatu’ yang jumlahnya 14 orang. Harga satu ekor kambing 300 rial Saudi. Setelah sampai di tempat penjualan kambing Dam dan Kurban, ternyata ada dijual juga sapi dengan harga satu ekornya 1800 rial Saudi. Tanpa seijin jama’ah, orang yang disuruh tadi tidak jadi membeli kambing tapi membeli dua ekor sapi dengan catatan satu ekor sapi untuk 7 orang jama’ah. Dengan demikian ia mempunyai kelebihan 300 rial dari 7 orang jama’ah atau 600 rial dari 14 jama’ah. Apakah uang kelebihan itu boleh diambil oleh utusan itutadi tanpa sepengetahuan jama’ah?

4.      Menunaikan haji dengan Paspor Hijau

Bagaimana hukumnya menunaikan ibadah haji dengan paspor hijau/paspor umum. Sebab apabila ditinjau dari segi imigrasi ia telah menyalahi hukum, apakah ibadah hajinya dengan paspor hijau itu diterirna oleh Allah SWT? Karena dengan paspor hijau seseorang itubisa berangkat ke tanah suci pada bulan Ramadhan dan kembali ke tanah air pada awal Muharam. Dengan demikian ia merasa puas beribadah di tanah suci dibandingkan dengan jama’ah yang berangkat dengan ONH.

 

Jawab:

1.      Badal Haji

a.       Menurut ulama Syafi’iyah anak bahkan orang lain dapat melaksanakan haji atas nama orang tuanya atau orang lain. Pelaksanaan haji yang demikian disebut haji amanat atau haji badal. Ulama Tarjih Muhammadiyah berpendapat bahwa badal haji hanya dapat dilakukan oleh anak terhadap orang tuanya, baik bapaknya atau ibunya yang telah berkewajiban haji, tetapi karena uzur atau meninggal, orang tuanya itu tidak bisa haji. Adapun badal haji yang dilakukan oleh selain anak, menurut faham Muhammadiyah tidak boleh. Hal ini mengingat terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dipahami bahwa seseorang hanya akan mendapat pahala dari hasil usahanya sendiri dan ia tidak dapat melakukan peribadatan untuk orang lain, pahala dari peribadatan itu tetap bagi orang yang melakukannya bukan untuk orang lain. Hal ini umpamanya seperti disebutkan dalam surat al-­Baqarah ayat 286:

 

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ [البقرة (2): 286]

 

Artinya: “… ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya ...”

Demikian juga surat an-Najm ayat 38-39:

 

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

 

 [38-39(53):النجم]

 

Artinya: “(yaitu) Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

Sementara itu terdapat hadis Nabi yang menerangkan bahwa anak dapat melaksanakan ibadah haji untuk orang tuanya yang telah uzur atau telah meninggal dunia. Antara lain disebutkan dalam riwayat Jama’ah dari Ibnu Hibban:

 

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمٍ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي أَدْرَكَتْهُ فَرِيضَةُ الْحَجِّ وَهُوَ شَيْخٌ كَبِيرٌ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ الْبَعِيرِ قَالَ حُجِّي عَنْهُ [رواه الجماعة عن ابن حبان]

 

Artinya: “Ada seorang wanita dari Khas’am berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah sesungguhnya ayah saya sampai kepadanya kewajiban haji sewaktu ia telah tua sekali, ia tidak dapat duduk tegak di atas punggung unta, Nabi menjawab: hajikanlah dia.”

Dalam pada itu juga ada hadis Nabi saw yang menerangkan bahwa anak itu merupakan hasil usaha orang tuanya. Hal ini seperti disebutkan dalam hadis riwayat at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah:

 

إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ [رواه الترمذي والنسائى وابن ماجه]

 

Artinya:“Sesungguhnva yang paling baik yang kamu makan adalah hasil usahamu, dan sesungguhnya anak-anakmu itu adalah hasil usahamu.”

b.      Oleh karena Muhammadiyah tidak membolehkan badal haji oleh selain anaknya, maka permasalahan uang badal seperti yang Bapak tanyakan, otomatis tidak ada. Hanya saja kalau badal itu anaknya, siapa yang memperoleh pahala hajinya? Dalam hal ini pahala hajinya adalah untuk si anak yang menjadi badal, sedangkan orang tua mernperoleh pahala dari dana yang dikeluarkannya dan memperoleh pahala dari kebaikan anaknya.

c.       Berdasar hadis riwayat Jama’ah dari Ibnu Hibban di atas dapat diketahui bahwa wanita boleh menghajikan laki-laki (ayahnya) atau laki-laki menghajikan perempuan (ibunya). Selanjutnya silahkan baca Tuntunan Manasik Haji, susunan Tim Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Lampiran V halaman 26-37.

2.      Orang yang tidak dapat melaksanakan sendiri melempar jumrah (karena sakit, tua, hamil, lemah dan lain-lain) dapat mewakilkan kepada orang lain. Berdasarkan hadis Jabir:

 

حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَنَا النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ فَلَبَّيْنَا عَنْ الصِّبْيَانِ وَرَمَيْنَا عَنْهُمْ[أخرجه ابن ماجه]

 

Artinya: “(Jabir berkata) Kami menunaikan haji bersama Rasulullah saw dan bersama wanita-wanita dan anak-anak. Kami membaca Talbiah mewakili anak-anak dan melempar jumrah mewakili mereka.”

Karena tidak ada ketentuan mengenai batas jumlah yang diwakili, maka boleh-boleh saja mewakili beberapa orang. Dengan catatan bahwa masing-masing yang diwakili lemparannya tujuh kali untuk setiap jumrah. Mengenai imbalan, seyogyanya yang mewakili tidak usah menerima/minta imbalan, karena dalam berhaji dianjurkan untuk saling membantu satu sama lain.

3.      Utusan atau wakil yang mengganti pembelian kambing dengan sapi semestinya perlu seizin jama’ah. Tetapi mungkin untuk menghemat waktu dan tenaga (keadaan di Makkah berbeda dengan di Indonesia) ia mengambil jalan pintas, toh akibat hukumnya sama karena satu ekor sapi boleh untuk tujuh orang). Mengingat kondisi ini jama’ah sebaiknya merelakan masalah penggantian pembelian kambing dengan sapi. Mengenai kelebihan uang, karena ia sebagai utusan/wakil, harus dikembalikan kepada jama’ah. Kalau ia bukan sebagai utusan, tapi sebagai calo uang kelebihannya boleh diambil. Namun demikian kalau jama’ah mengikhlaskannya itu lebih baik dan uang kelebihannya itu halal.

4.      Secara syar’i bila syarat rukunnya terpenuhi maka hajinya sah. Tetapi sebagai muslim dan warga negara yang baik, dituntut juga untuk mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh pe­merintah demi untuk kemaslahatan dan kebaikan warga negaranya. Karena tidak sedikit mereka yang menggunakan paspor hijau terlantar di Arab Saudi.

Allah berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ[النساء (4): 59]

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu.”

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *