Minggu, 19 Mei 2024

BEBERAPA MASALAH DALAM IBADAH HAJI

Pertanyaan Dari:

M. Mardiatmojo, Blimbing Rt 5/IV Wonorejo, Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah

 

Tanya:

Ada beberapa masalah yang saya tanyakan. Pertama, mengenai ibadah haji. Setelah saya baca buku-buku yang berhubungan dengan ibadah haji yang ada pada saya, juga dari mengikuti pengajian-­pengajian manasik haji, ada beberapa keterangan yang dalam hati saya kurang mantap, antara lain:

1.      Doa pada waktu wuquf, istigfar 100 kali, surat al-Ikhlas 100 kali, tahlil 100 kali dan semacamnya yang ditentukan jumlahnya. Apakah ketentuan jumlah/bilangan ini memang ada tuntunannya?

2.      Pada hari Tarwiyah sesudah ihram langsung menuju Arafat tidak mabit di Mina lebih dahulu. Apakah hal ini memang dibolehkan?

3.      Melempar jumrah dan tawaf ifadah pada hari Nahr. Mana yang harus didahulukan antara melempar jumrah aqabah dan tawaf ifadah pada hari Nahr?

4.      Kerikil untuk melempar jumrah boleh diambil dari Arafah, Muzdalifah atau di Mina, bahkan juga boleh membawa dari rumah sendiri. Apakah memang diperbolehkan membawa kerikil dari rumah sendiri?

Persoalan kedua yang kami tanyakan adalah mengenai haji badal. Dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid III halaman 190 diterangkan bahwa anak boleh menghajikan ayah atau ibunya yang sudah meninggal dunia dengan dalil 3 buah hadis yang disebutkan dalam buku tersebut. Isteri saya sudah niat untuk melaksanakan ibadah haji dan sudah berusaha mengumpulkan dana, tetapi sebelum terlaksana niatnya ia meninggal dunia. Mengenai hal ini yang saya tanyakan:

1.      Bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dananya sudah tersedia tetapi terhalang kesehatannya atau karena usia ­lanjut atau karena meninggal dunia bolehkah ia dihajikan oleh orang lain yang tidak ada hubungan nasab?

2.      Bolehkah saya mengumrahkan isteri saya yang sudah meninggal dunia itu sesudah menyelesaikan ibadah haji untuk saya sendiri, atau saya menyuruh orang di sana untuk menghajikannya?

3.      Bagi haji tamattu’, waktu antara umrah dan haji apakah boleh melaksanakan umrah sunnah, atau mengumrahkan orang lain (umrah badal)?

 

Jawab:

Jawaban persoalan pertama:

1.      Pada dasarnya ketika wuquf di Arafat dianjurkan untuk banyak berzikir dan berdoa. Sahabat Usamah menyebutkan salah satu yang diperbuat Rasul saw ketika berada di Arafat:

 

قَالَ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو [رواه النسائي]

 

Artinya: “Usamah bin Zaid berkata: Saya membonceng Nabi wuquf di Arafat, beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa.” [HR. an-Nasa’i]

Doa yang banyak dibaca oleh Nabi saw di Arafat yaitu:

 

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [رواه أحمد والترمذي]

 

Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada syarikat bagi-Nya. Kepunyaan-Nya kerajaan (langit dan bumi) dan puja-puji, yang di tangan-Nya segala macam kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [HR. Ahmad dan at-Turmuzi]

 

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَالَّذِي نَقُولُ وَخَيْرًا مِمَّا نَقُولُ اللَّهُمَّ لَكَ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي وَإِلَيْكَ مَآبِي وَلَكَ رَبِّ تُرَاثِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَوَسْوَسَةِ الصَّدْرِ وَشَتَاتِ الْأَمْرِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَجِيءُ بِهِ الرِّيحُ [رواه الترمذي]

 

Artinya: “Allahumma, ya Allah hanya bagi-Mu segala puja dan puji, sebagaimana kami ucapkan, bahkan lebih baik daripada apa yang kami ucapkan. Ya Allah, hanya bagi-Mu salatku, ibadah hajjiku, hidupku dan matiku. Hanya kepada-Mu tempat kembaliku dan hanya bagi-Mu wahai Tuhanku semua peninggalanku. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, bisikan hati yang jahat dan bercerai berainya urusan. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan apa yang dibawa oleh angin.” [HR. at-Turmuzi]

(Silahkan baca Tuntunan Manasik Haji susunan Tim Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Lampiran VIII halaman 62-63).

Oleh karena di Arafat itu dianjurkan banyak berzikir dan berdoa maka selain kedua doa tersebut di atas bisa saja berdoa dengan doa yang lain, termasuk tadarus al-Qur’an tanpa dibatasi jumlahnya. Seperti sehabis salat fardlu, selain berzikir/berdoa menurut tuntunan Nabi saw boleh juga zikir/doa dengan doa lainnya, taqarub kepada Allah untuk kepentingan kita masing-masing.

2.      Mabit di Mina pada hari Tarwiyah termasuk manasik haji yang dituntunkan oleh Nabi saw, meskipun tidak termasuk rukun atau wajib haji. Jamaah haji Indonesia jumlahnya sangat besar, apabila tanggal 8 Zulhijjah itu bermalam di Mina sampai terbit fajar tanggal 9-nya, dikuatirkan jamaah Indonesia tidak terangkut semuanya ke Arafat. Padahal sebelum matahari tergelincir pada tanggal 9 tersebut semua jamaah harus sudah sampai di Arafat untuk memulai wuquf. Oleh karena itu pemerintah Indonesia (Panitia Haji Indo­nesia) menentukan tidak bermalam di Mina pada hari Tarwiyah (tidak ada akibat hukumnya) dan ini lebih baik daripada tidak dapat wuquf di Arafat karena kehabisan waktu yang berakibat hajinya batal. Keputusan ini disepakati oleh ulama Indonesia.

3.      Menurut tuntunan Nabi saw bahwa melempar Jumrah Aqabah pada hari Nahr waktunya mulai terbit matahari sampai terbenam pada hari itu, kecuali dalam keadaan terpaksa atau uzur, atau onang-orang yang lemah bisa memajukan pada malam hari Nahr sesudah tengah malam, atau mundur pada hari Nahr sesudah terbenam matahari. Hal ini berdasar hadis riwayat Abu Daud dan al-Baihaqi dari ‘Aisyah ra.:

 

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُمِّ سَلَمَةَ لَيْلَةَ النَّحْرِ فَرَمَتْ الْجَمْرَةَ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ مَضَتْ فَأَفَاضَتْ [رواه أبو داود والبيهقي]

 

Artinya: “Rasulullah saw menyuruh Ummu Salamah untuk melempar jumrah pada malam hari Nahr, maka ia melempar jumrah sebelum fajar, kemudian tawaf ifadah.”

Hadis riwayat Malik dari Nafi’:

 

اِنَّ ابْنَةَ لِصَفِيَّةَ امْرَأَةِ بْنِ عُمَرَ نَفَسَتْ بِالْمُزْدَلِفَةِ فَتَخَلَّفَتْ هِىَ وَصَفِيَّةُ حَتَّى أَتَتَا مِنًى بَعْدَ أَنْ غَرَبَتِ الشَّمْسُ مِنْ يَوْمِ النَّحْرِ فَأَمَرَهَا بْنُ عُمَرَ أَنْ تَرْمِيَا الْجَمْرَةَ حِينَ قَدَمْتَ وَلَمْ يَرَ عَلَيْهِمَا شَيْئًا. [رواه مالك]

 

Artinya: “Bahwa putri Sofiyah isteri Ibnu Umar sedang nifas di Muzdalifah, maka mereka datang terlambat di Mina dan baru tiba di sana setelah matahari terbenam hari Nahr, kemudian Ibnu Umar menyuruh mereka melempar jumrah dan menurutnya tidak apa-apa.”

Mengenai tawaf ifadah tidak ada ketentuan mengenai waktunya dari Nabi saw. Menurut asy-Syafii dan Ahmad, tawaf ifadah dimulai pertengahan malam hari Nahr. Menurut Hanafi dan Malik dimulai sejak terbit fajar hari Nahr sampai akhir hari tasyriq. Di antara ulama bahkan ada yang berpendapat sampai akhir bulan Zulhijjah. Apabila ada hal-hal yang dianggap penting yang bisa mengganggu ibadah haji, tawaf ifadah boleh didahulukan dari melempar jumrah. ‘Aisyah pernah menyuruh wanita-wanita untuk mempercepat tawaf ifadah pada hari Nahr bila takut datangnya haid.

4.      Mengenai hal ini ada hadis dari Ibnu Abbas, artinya sebagai berikut: “Rasulullah memerintah saya: Tolonglah ambilkan (batu) untuk saya. Kemudian saya mengambil beberapa buah kerikil sebesar kacang. Ketika kerikil itu saya letakkan di tangan beliau, Nabi bersabda: Ya seperti inilah dan hendaklah kamu jauhi berlebih-lebihan dalam agama, karena binasanya umat-umat terdahulu disebabkan oleh berlebih-lebihan dalam agama.” [HR. Ahmad dan an-Nasai, sanadnya hasan].

Ibnu Umar dan Said ibn Jabir mengambil kerikil di Muzdalifah dan hal ini disunatkan oleh asy-Syafii. Imam Ahmad membolehkan mengambil kerikil di manapun, karena kalimat pungutlah batu untukku tidak menunjukkan tempat tertentu. Bahkan Ibnu Hazm membolehkan mengambil batu bekas lemparan. Tetapi ada ulama lain yang memakruhkannya. Apabila kita memperhatikan, mencermati kalimat: “waiyyakum wal ghulluwa fid-din” (hindarilah berlebih-lebihan dalam agama) dalam mengambil kerikil, antara lain besarnya jangan berlebih-lebihan, cukup sebesar kacang dan kalau Nabi saw beserta para sahabatnya mengambil kerikil di Muzdalifah atau tempat lainnya, apakah masih perlu kita membawa kerikil dari rumah (dari Indonesia)? Toh di sana tidak sulit mencari kerikil. Bahkan ada yang nnembolehkan bekas lemparan. Hal itu disamping menambah beban kita, juga- dikuatirkan termasuk onang yang berlebih-lebihan dalam agama yang bisa berakibat kebinasaan. Kesimpulannya menurut kami tidak perlu membawa batu kerikil dari rumah.

Jawaban persoalan kedua:

Mengenai haji badal, dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 97 diterangkan bahwa syarat kewajiban haji adalah istita’ah, artinya sanggup/mampu. Kesanggupan atau kemampuan ini meliputi sehat jasmani, perjalanan aman dan cukup bekal untuk perjalanan maupun keluarga yang ditinggal di rumah. Apabila yang tidak terpenuhi itu “sehat jasmani” karena tua, sakit (tak sembuh-sembuh) atau cacat, bisa dihajikan oleh anaknya. Keterangan lebih jelas silahkan baca buku Tanya Jawab Agama jiid III halaman 190 dan buku Tuntunan Manasik Haji oleh PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, lampiran V halaman 26.

Tentang boleh tidaknya saudara mengumrahkan isteri saudara dapat dikemukakan bahwa umrah itu hukumnya sunnah. Apabila diamalkan yang bersangkutan menerima pahala dan apabila tidak diamalkan tidak berdosa, seperti isteri saudara yang meninggal dunia sebelum umrah juga tidak menanggung beban dosa. Oleh karena itu, tidak perlu diumrahkan. Apabila isteri saudara sebelum meninggal sudah memenuhi syarat untuk berhaji dan belum terlaksana, maka persoalannya seperti dalam haji badal. Tetapi apabila sebelum meninggal syarat-syarat wajibnya ­belum terpenuhi, maka kewajiban haji bagi isteri saudara gugur.

Mengenai haji tamattu’ menggunakan waktu senggang antara umrah dan haji (wuquf) untuk umrah sunnah tidak ada tuntunan dari Nabi saw, baik untuk diri sendiri maupun umrah badal. Lebih jelasnya silahkan baca buku Tanya Jawab Agama jilid II halaman 161 dan buku Tuntunan Manasik Haji oleh Tim Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikinan Islam PP Muhammadiyah, lampinan IV halaman 21.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *