Jum'at, 26 April 2024

Tafsir Al-Qur'an

Kewajiban Pengusaha Dan Majikan Dalam Perspektif Al-Qur’an   (1)

PROF. DR. H MUHAMMAD CHIRZIN, M.AG.
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
 
“Kelompok pekerja harus bekerja sama dengan para majikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang saling enguntungkan.” (Lech Walesa, penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1983) Kerja adalah aktivitas yang sama tuanya dengan kehadiran manusia di muka bumi. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhanpaling pokok hingga kebutuhan pelengkap. Mula-mula manusia bergantung kepada kemurahan Allah Subhanahu wata’ala yang tersedia di alam bebas berupa tumbuh-tumbuhan dengan buah-buahan dan binatang untuk mencukupi kebutuhan akan makanan. Mereka pun mengandalkan ketersedian bahan makanan itu di suatu tempat tertentu. Bilamana persediaan makanan di suatu tempat telah habis, maka mereka pindah ke tempat lain. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain secara bergerombol untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dengan mengambil hasil bumi dan dengan berburu binatang. Kemudian manusia mengembangkan keterampilan untuk memperoleh makanan di tempat tertentu, sekaligus membuat tempat tinggal untuk menetap di sana.Manakala seseorang tidak cukup mampu mengerjakan semua pekerjaannya secara mandiri, maka ia mempekerjakan orang lain untuk melakukan aktivitas tersebut dengan mengupahnya.

Kerja adalah ibadah. Orang yang memberikan peluang kerja niscaya mendapat pahala berlipat ganda. Mensyukuri anugerah kemampuan berusaha dapat dilakukan dengan mengajarkan keterampilan dan meningkatkan kemampuan karyaannya. Hal itu menambah pahala untuk dirinya. Salim, orang terkaya di planet bumi saat ini, melebihi Bill Gates, menyatakan, “Pebisnis itu lebih baik berbuat kebaikan dengan menciptakan lapangan kerja dan kekayaan melalui investasi, bukan bertindak seperti Santa Claus... Kekayaan itu harus dilihat sebagai tanggung jawab, bukan keistimewaan. Tanggung jawab itu untuk menciptakan kekayaan yang lebih baik lagi. Ini seperti memelihara anggrek, kita harus memberikan hasilnya kepada orang lain, tetapi bukan pohonnya.”

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.3

Hubungan pekerja dengan pengusaha adalah kerjasama saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Tidak mungkin pengusaha bertindak sendiri tanpa bersama pekerja, dan tidak mungkin pekerja bekerja tanpa kehadiran pengusaha. Kewajiban pengusaha dan majikan kepada karyawan atau pekerja antara lain memberi upah yang layak, menyediakan tempat kerja, memberikan kenyamanan, jaminan keselamatan dan keamanan, meningkatkan kecakapan dan keterampilan pekerja, mengembangkan kepribadian pekerja, membantu karyawan untuk sukses dan memberi penghargaan atas prestasi serta tunjangan sosial dan pesangon.

1. Memberikan Upah

Kosakata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna upah adalah ajr, dari akar kata ajara-ya‘jur-ajr-ujrah, yang artinya imbalan perbuataan/kerja, apa yang kembali dari imbalan kerja, duniawi maupun ukhrawi, atas dasar kontrak atau perjanjian dan selalu
digunakan dalam arti positif, yakni bermanfaat, seperti tertera dalam Al-Quran4 Jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta upah sedikit pun dari kamu. Upahku hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya menjadi golongan orang yang berserah diri kepada- Nya”. (Yunus [10]: 72)

Ayat di atas menegaskan bahwa para Nabi Allah bekerja suka rela tanpa mengharapkan dan meminta upah sedikit pun kepada umatnya. Upahnya hanyalah dari Allah subhanahu wata’ala belaka. Dan dia berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sungguh mereka akan bertemu dengan Tuhannya; aku memandangmu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud [11]: 29)

Para Rasul berdakwah sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan harta benda apa pun sebagai upah seruannya. Allah lah yang memberikan upah kepadanya. Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di kan perbuatan buruk menimbulkan respons negatif dari sesama.

"Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga  seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan hartanya di waktu lapang atau dalam  kesempitan; dapat menahan amarah dan dapat memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang  bila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan memohon ampunan atas segala dosanya; dan siapa yang dapat  mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu. Balasan bagi  mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal  selamanya dan itulah pahala terbaik bagi orang yang beramal". (Ali Imran [3]: 133-136)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan balasan surga bagi orangorang yang suka membelanjakan hartanya untuk keperluan di  jalan Allah, orang-orang yang menahan amarah dan orang-orang yang suka memaaf kan pihak lain serta orang-orang yang suka  melakukan introspeksi diri.

Tidak sepatutnya penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai  Rasulullah berperang, dan tidak patut bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak mengalami kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjakkan kaki di  tempat yang membangkitkan amarah orangorang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.  (At-Taubah [9]: 120)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan imbalan tak terhingga bagi mereka yang berbuat baik dan menanggung penderitaan  dalam berjihad di jalan Alah sampai hari kiamat.8 Sistem upah dan pengupahan untuk sebuah pekerjaan juga telah dikenal pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

"Dan bila ia sampai di sebuah mata air di Madyan,  didapatinya ada sekelompok orang sedang mengambil air untuk ternak, dan di belakang mereka ada dua orang perempuan sedang memagari ternak itu. Musa berkata, “Ada apa dengan kamu berdua?” Mereka menjawab, “Kami tak dapat memberi  minum ternak kami sebelum gembala-gembala itu selesai, sedang ayah kami sudah tua sekali.” Maka Musa memberi minum untuk ternak itu kedua mereka, kemudian ia pun kembali ke tempat semula berteduh, dan berdoa, “Tuhanku! Sungguh aku  memerlukan anugerah yang Engkau turunkan kepadaku!” Kemudian salah seorang dari kedua gadis itu datang kembali kepadanya, berjalan tersipu-sipu sambil berkata, “Ayahku mengundang kau untuk dapat membalas jasamu karena telah  memberi minum ternak kami”. Maka setelah Musa berkunjung kepadanya dan menceritakan kisah pengalamannya, Syu’- aib  berkata, “Janganlah takut; kau telah lepas dari kaum yang zalim.” Salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Ayah! ambillah ia  sebagai pekerja upahan; sebenarnya yang terbaik dalam mengupah orang ialah yang kuat dan jujur.” Ia berkata, “Aku  bermaksud menikahkan kaudengan salah seorang puteriku ini, dengan ketentuan kau bekerja padakuselama delapan tahun; tapi kalau kau sempurnakan sampai sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan dari pihakmu. Aku tidak bermaksud menyusahkan kau;  insya Allah akan kaulihat bahwa aku termasuk orang yang shalih.” Musa berkata, “Demikianlah perjanjian antara kita berdua;  yang mana saja antara kedua waktu yang ditentukan itu akan kulaksanakan; aku tidak akan menyalahi janji; atas apa yang kita ucapkan Allah juga Yang menjadi Saksi.” (Al-Qashash [28]: 23-28).l Bersambung

footnote

1Kompas Sabtu 20 Maret 2010, h 16.
2Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 2 dan 5.
3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 6.
4Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 1 (Kairo: Darul Hadits, 2003), 84, Ar-Raghib al-Asfahani, Mu’jamu Mufradati Alfazhil Quran (Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun),
6, Samih ‘Athif az-Zain, Mu’jamu Mufradati Alfazh al-Quran (Beirut: ad-Dar al- Ifriqiyah, 2991), 47, Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad-Dauliyyah, 2004), 7.
5Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil, 2005), 399 footnote 621.
6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 30.
7Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88.
8Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al- Manar, juz 11 (Mesir: Maktabah Muhammad ‘Ali Shubaih, 1954), 76.

Menu Terkait