IHYAUSSUNNAH DEMI EKSISTENSI ISLAM (2)
MU’AMMMAL HAMIDY, LC
MU’AMMMAL HAMIDY, LC
Membuat bid’ah
Kalau dalam Hadits di atas, dikatakan itu semua adalah bagian dari sunnah ahli kitab, utamanya Yahudi, maka dalam fiqih Islam disebut bid’ah, yaitu mengada-ada dalam masalah ibadah, yang tidak ada contoh dari Nabi. Dalam agama Nashrani bid’ah ini dimulai dari sistem kepasturan, seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan kepasturan yang mereka ada-adakan, padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka. Yang Kami wajibkan hanyalah mencari keridlaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahala mereka, sedangkan kebanyakan mereka adalah fasiq. (Q.s. Al-Hadid 27).
Berawal dari bid’ah kepasturan inilah, lalu mereka membuat tata cara ibadah dengan nyanyi-nyanyi dsb.mirip apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an s. Al-Anfal 35: Artinya: Dan tidaklah persembahyangan mereka di rumah Allah itu melainkan bersiul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah azab lantaran kamu kufur.
Bid’ah kepasturan ini tidak kita jumpai dalam masyarakat Islam, tetapi yang banyak terjadi adalah bid’ah dalam ‘ibadah, semisal puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad saw dengan lirik yang berlebihan dan lagu-lagu, yang dilakukan di masjidmasjid, yang sama sekali tidak ada contoh dari Nabi Muhammad saw. Dan yang seperti itu sangat banyak, sehingga di kalangan ulama ada yang mencatatnya secara khusus untuk dibukukan dalam buku khusus. Semisal Syekh Muhammad Abdussalam al-Qusyairi dalam bukunya Assunan Wal Mautada’at, asy-Syekh Ali Mahfuzh dalam bukunya al-Ibda’ fi Madharril Ibtida’. Di samping ada yang disisipkan dalam kitab bahasan khusus dengan berbagai bid’ah yang ada, semisal, Syekh Muhammad Nashiruddin Albani dalam bukunya Kitabul Janaiz wabida’uha, Hajjatun Nabiy wa bida’uha dll. Pembahasan bid’ah ini begitu penting, karena bid’ah ini mengancam eksistensi Islam.
Karenanya, Rasulullah saw wanti- wanti agar kita menjauhi bid’ah dengan segala macamnya, sebagaimana ditegaskan dalam sabdanya:
Artinya: Irbadh bin Sariyah meriwayatkan, katanya: Kami pernah shalat Subuh bersama Rasulullah saw. Usai shalat beliau menghadap kami sambil menasehati kami dengan suatu nasehat yang benar-benar mengena, hingga semua mata berbinar-binar dan hati gemetar. Sampai-sampai kami mengatakan: Ya Rasulallah, nasehat ini sepertinya nasehatnya orang yang mau berpisah, karena itu wasiatilah kami. Lalu beliau bersabda: “Baiklah kuwasiati kalian untuk selalu bertakwa kepada Allah, dan selalu mendengar dan menaati (pemimpin) sekalipun pemimpin itu seorang hambahabasyi (kecil dan hitam). Karena siapa yang hidup di antara kalian sesudahku nanti pasti akan menyaksikan berbagai perselisihan. Untuk itu pegangilah Sunnahku dan Sunnah khulafaurrasyidin yang terpimpin, gigitlah dia dengan gigi geraham, serta waspadalah kalian terhadap perkara-perkara baru, karena sesungguhnya kebanyakan perkara baru itu diada-adakan (bid’ah) sedang semua bid’ah itu sesat”. (HR Ahmad dan Empat Imam selain Nasai).
Bid’ah salah satu bentuk berlebihan, yang bertentangan dengan prisnip Islam. Bahkan oleh Ibnu Mas’ud ra dikategorikan pemaksaan. Untuk itu maka dibawakannya oleh beliau sebuah riwayat dari Nabi saw:
Artinya: Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Ingatlah, pasti hancur orang-orang yang berlebih-lebihan. 3 x (HR Ahmad dan Abu Daud).
Ajakan Kompromi Kalau dulu Nabi Muhammad saw pernah diajak kompromi oleh masyarakat Quraisy Jahiliyah untuk beribadah secara bergantian, sepekan mereka akan mengikuti cara-cara ibadah Nabi saw, dan sepekan berikutnya Nabi harus mengikuti cara-cara peribadatan mereka, lalu turunlah surat al-Kafirun sebagai jawaban Nabi saw. Maka, dalam era modern sekarang ini, secara tidak langsung, ahli kitab itu menawarkan kompromi semacam itu kepada kaum Muslimin, seperti Natalan bersama, valentin day dsb dan merekapun siap melakukan tradisi Islam semisal hari raya dengan mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, selamat berhari raya Idul Fitri, dll. Bahkan, mereka juga siap menyelenggaran khitanan massal di gereja, seperti yang terjadi di Malang barubaru ini, menyediakan buka puasa di kuil dll. Dan yang paling gres “doa bersama”. Bahkan diselenggarakan di gereja, ketika memperingati kematian seorang tokoh agama.
Dalam hal ini, tidak sedikit umat Islam yang terjebak. Apa yang namanya ‘natalan bersama’ hampir sudah membudaya, termasuk di kalangan cendekiawan. Bahkan di antara ulamaada yang menfatwakan mubah saja mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’, sama dengan mengucapkan selamat hari kelahiran Isa al-Masih.
Padahal yang tersirat dalam natalan adalah ‘selamat hari lahir tuhan Yesus’, yang dengan fatwa mubah itu sama dengan membenarkan ketuhanan Yesus. Fatwa MUI tentang haram natalan bersama hampir tidak berpengaruh. Valentin day, juga marak oleh remaja Muslim, padahal di situ ada missi terselubung ikhtilath (pergaulan bebas ). Sedang doa bersama, termasuk yang di gereja, mendapat sambutan juga darikalangan jamaah Islam. Kalau hal ini tidak diantisipasi sejak dini, maka nanti pada saatnya Islam akanmenjadi kabur. Dan itulah yang digambarkan dalam firasat Nabi sawdi atas, Wal’iyadhu billah.
semua yang disebutkan di atas H A D I T S adalah sebuah tantangan, yang harus kita hadapi demi existensi islam secara utuh. Dan itulah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an: “Bertaqwallah dengan sebenar-benar takwa”, yaitu mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara benar dan utuh sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Sebab betapa pun amalan itu diniati untuk penyembahan kepada Allah, tetapi kalau penuh dengan bid’ah, maka amalan itu bukan taqwallah, tetapi suatu kesesatan seperti disebutkan di atas. Dan amalan seperti itu tidak akan diterima oleh Allah kelak di hari kiyamat (Q.s. Ali Imran: 102). Sebagaimanaditegaskan Rasulullah saw:“Barangsiapa mengamalkan sesuatu amalan yang jelas-jelas tidak ada perintah/ contoh dari kami, maka amalan itu tertolak. (HR Muslim).
Sementara “mati dalam Islam” yaitu memegangi Islam itu dengan teguh dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya sampai akhir hayat. Sedang apa yang dinamakan Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Karena di sanalah tercantum seluruh aturan hidup, baik dalam hubungannya dengan Allah (hablum minallah), maupun dalam hubungannya sesama manusia (hablum minannas). Wallahu a’lam. habis
Kalau dalam Hadits di atas, dikatakan itu semua adalah bagian dari sunnah ahli kitab, utamanya Yahudi, maka dalam fiqih Islam disebut bid’ah, yaitu mengada-ada dalam masalah ibadah, yang tidak ada contoh dari Nabi. Dalam agama Nashrani bid’ah ini dimulai dari sistem kepasturan, seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan kepasturan yang mereka ada-adakan, padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka. Yang Kami wajibkan hanyalah mencari keridlaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahala mereka, sedangkan kebanyakan mereka adalah fasiq. (Q.s. Al-Hadid 27).
Berawal dari bid’ah kepasturan inilah, lalu mereka membuat tata cara ibadah dengan nyanyi-nyanyi dsb.mirip apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an s. Al-Anfal 35: Artinya: Dan tidaklah persembahyangan mereka di rumah Allah itu melainkan bersiul dan bertepuk tangan. Maka, rasakanlah azab lantaran kamu kufur.
Bid’ah kepasturan ini tidak kita jumpai dalam masyarakat Islam, tetapi yang banyak terjadi adalah bid’ah dalam ‘ibadah, semisal puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad saw dengan lirik yang berlebihan dan lagu-lagu, yang dilakukan di masjidmasjid, yang sama sekali tidak ada contoh dari Nabi Muhammad saw. Dan yang seperti itu sangat banyak, sehingga di kalangan ulama ada yang mencatatnya secara khusus untuk dibukukan dalam buku khusus. Semisal Syekh Muhammad Abdussalam al-Qusyairi dalam bukunya Assunan Wal Mautada’at, asy-Syekh Ali Mahfuzh dalam bukunya al-Ibda’ fi Madharril Ibtida’. Di samping ada yang disisipkan dalam kitab bahasan khusus dengan berbagai bid’ah yang ada, semisal, Syekh Muhammad Nashiruddin Albani dalam bukunya Kitabul Janaiz wabida’uha, Hajjatun Nabiy wa bida’uha dll. Pembahasan bid’ah ini begitu penting, karena bid’ah ini mengancam eksistensi Islam.
Karenanya, Rasulullah saw wanti- wanti agar kita menjauhi bid’ah dengan segala macamnya, sebagaimana ditegaskan dalam sabdanya:
Artinya: Irbadh bin Sariyah meriwayatkan, katanya: Kami pernah shalat Subuh bersama Rasulullah saw. Usai shalat beliau menghadap kami sambil menasehati kami dengan suatu nasehat yang benar-benar mengena, hingga semua mata berbinar-binar dan hati gemetar. Sampai-sampai kami mengatakan: Ya Rasulallah, nasehat ini sepertinya nasehatnya orang yang mau berpisah, karena itu wasiatilah kami. Lalu beliau bersabda: “Baiklah kuwasiati kalian untuk selalu bertakwa kepada Allah, dan selalu mendengar dan menaati (pemimpin) sekalipun pemimpin itu seorang hambahabasyi (kecil dan hitam). Karena siapa yang hidup di antara kalian sesudahku nanti pasti akan menyaksikan berbagai perselisihan. Untuk itu pegangilah Sunnahku dan Sunnah khulafaurrasyidin yang terpimpin, gigitlah dia dengan gigi geraham, serta waspadalah kalian terhadap perkara-perkara baru, karena sesungguhnya kebanyakan perkara baru itu diada-adakan (bid’ah) sedang semua bid’ah itu sesat”. (HR Ahmad dan Empat Imam selain Nasai).
Bid’ah salah satu bentuk berlebihan, yang bertentangan dengan prisnip Islam. Bahkan oleh Ibnu Mas’ud ra dikategorikan pemaksaan. Untuk itu maka dibawakannya oleh beliau sebuah riwayat dari Nabi saw:
Artinya: Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Ingatlah, pasti hancur orang-orang yang berlebih-lebihan. 3 x (HR Ahmad dan Abu Daud).
Ajakan Kompromi Kalau dulu Nabi Muhammad saw pernah diajak kompromi oleh masyarakat Quraisy Jahiliyah untuk beribadah secara bergantian, sepekan mereka akan mengikuti cara-cara ibadah Nabi saw, dan sepekan berikutnya Nabi harus mengikuti cara-cara peribadatan mereka, lalu turunlah surat al-Kafirun sebagai jawaban Nabi saw. Maka, dalam era modern sekarang ini, secara tidak langsung, ahli kitab itu menawarkan kompromi semacam itu kepada kaum Muslimin, seperti Natalan bersama, valentin day dsb dan merekapun siap melakukan tradisi Islam semisal hari raya dengan mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, selamat berhari raya Idul Fitri, dll. Bahkan, mereka juga siap menyelenggaran khitanan massal di gereja, seperti yang terjadi di Malang barubaru ini, menyediakan buka puasa di kuil dll. Dan yang paling gres “doa bersama”. Bahkan diselenggarakan di gereja, ketika memperingati kematian seorang tokoh agama.
Dalam hal ini, tidak sedikit umat Islam yang terjebak. Apa yang namanya ‘natalan bersama’ hampir sudah membudaya, termasuk di kalangan cendekiawan. Bahkan di antara ulamaada yang menfatwakan mubah saja mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’, sama dengan mengucapkan selamat hari kelahiran Isa al-Masih.
Padahal yang tersirat dalam natalan adalah ‘selamat hari lahir tuhan Yesus’, yang dengan fatwa mubah itu sama dengan membenarkan ketuhanan Yesus. Fatwa MUI tentang haram natalan bersama hampir tidak berpengaruh. Valentin day, juga marak oleh remaja Muslim, padahal di situ ada missi terselubung ikhtilath (pergaulan bebas ). Sedang doa bersama, termasuk yang di gereja, mendapat sambutan juga darikalangan jamaah Islam. Kalau hal ini tidak diantisipasi sejak dini, maka nanti pada saatnya Islam akanmenjadi kabur. Dan itulah yang digambarkan dalam firasat Nabi sawdi atas, Wal’iyadhu billah.
semua yang disebutkan di atas H A D I T S adalah sebuah tantangan, yang harus kita hadapi demi existensi islam secara utuh. Dan itulah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an: “Bertaqwallah dengan sebenar-benar takwa”, yaitu mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara benar dan utuh sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Sebab betapa pun amalan itu diniati untuk penyembahan kepada Allah, tetapi kalau penuh dengan bid’ah, maka amalan itu bukan taqwallah, tetapi suatu kesesatan seperti disebutkan di atas. Dan amalan seperti itu tidak akan diterima oleh Allah kelak di hari kiyamat (Q.s. Ali Imran: 102). Sebagaimanaditegaskan Rasulullah saw:“Barangsiapa mengamalkan sesuatu amalan yang jelas-jelas tidak ada perintah/ contoh dari kami, maka amalan itu tertolak. (HR Muslim).
Sementara “mati dalam Islam” yaitu memegangi Islam itu dengan teguh dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya sampai akhir hayat. Sedang apa yang dinamakan Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Karena di sanalah tercantum seluruh aturan hidup, baik dalam hubungannya dengan Allah (hablum minallah), maupun dalam hubungannya sesama manusia (hablum minannas). Wallahu a’lam. habis