Selasa, 23 April 2024

Tanya Jawab Al-Islam

Cara Duduk dalam Shalat Dua Rakaat



Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pada shalat dengan bilangan 3 atau 4 rakaat (shalat Maghrib, Isya, Dluhur, dan Ashar) ada tahiyat awal dan tahiyat akhir. Pada tahiyat awal,  posisi duduknya dengan iftirasy, yaitu kaki kiri tepat di bawah pantat, sedang tahiyat akhir, posisi duduknya dengan tawarruk, yaitu kaki kiri  menyilang bersentuhan dengan kaki kanan.

Pertanyaan saya adalah, untuk shalat dengan 2 rakaat misalnya shalat Subuh, apakah posisi  duduknya dengan duduk iftirasy karena dalam shalat dua rakaat tersebut tidak ada tahiyat akhir, atau dengan cara duduk tawarruk terus salam  karena idak ada tahiyat awal. 

Sri Hartanti,
Semarang, Jawa Tengah (Disidangkan pada hari Jum’at, 11 Jumadilawal 1431 H / 30 April 2010)

Jawaban: Wa’alaikumsalam wr. wb

Terima kasih atas pertanyaan yang telah ibu sampaikan. Untuk menjawab pertanyaan ibu, perlu kami sampaikan beberapa hal:

Pertama,  bahwa dalam agama Islam shalat merupakan bentuk ibadah yang dikategorikan ibadah mahdhah (khusus). Oleh karena itu, tata cara  pelaksanaannya harus mengikuti contoh dan tuntunan asulullah saw. Hal ini sebagaimana  dijelaskan dalam Hadits riwayat Malik bin al-Huwairis, Rasulullah saw bersabda; Artinya: “Shalatlah kamu sekalian se-bagaimana kalian melihat aku melakukan halat, apabila (waktu)  halat telah tiba, maka, hendaklah salah seorang diantaramu mengumandangkan adzan, dan  hendaklah orang yang lebih tua diantaramu menjadi imam.” (HR al-Bukhari, bab al-Adzan li al-musafiri idza kaanu fi jamaa’ah)

Kedua, ada beberapa Hadits yang menjelaskan tentang  cara duduk dalam shalat. Adapun Hadits-Hadits yang menjelaskan tentang cara duduk dalam shalat tersebut adalah sebagai berikut:

1-  Artinya: “Malik bin al-Huwairis al-Laisy elah menceritakan kepada kami, bahwa  dirinya pernah melihat Nabi saw sedang melakukan shalat,  apabila beliau duduk pada rakaat ganjil dari shalatnya beliau tidak berdiri, sampai beliau duduk dengan lurus”. (HR al-Bukhari; bab man  istawa qaidan fi witrin min shalatihi)

2. Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata; adalah Rasulullah saw. memulai shalatnya dengan  (mengucapkan) takbir dan (melanjutkan) dengan (bacaan) Alhamdu lillahi rabbil’alamin. Apabila beliau ruku’, maka tidak mengangkat  kepalanya dan tidak pula merendahkannya, tetapi eliau melakukannya dengan tengahtengah (lurus). Apabila beliau mengangkat kepalanya  dari ruku’ (bangkit), beliau tidak (segera) sujud sampai berdiri tegak. Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, maka beliau pun  tidak (segera) sujud (yang kedua) sampai beliau sempurna duduknya, dan pada setiap dua rakaat beliau membaca “at-Tahiyat” dan (pada saat  itu) beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Beliau melarang (orang shalat) duduk di atas kedua tumitnya dan  melarang pula seseorang menghamparkan kedua hastanya hamparan binatang buas, dan beliau mengakhiri shalatnya dengan membaca  salam.” (HR Muslim; kitab as- Shalat, bab Maa Yajma’u shifat as-Shalat)

3. Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata; adalah Rasulullah saw.  memulai shalatnya dengan (mengucapkan) takbir dan (melanjutkan) dengan (bacaan) Alhamdu lillahi rabbil-‘alamin. Apabila beliau ruku’,  maka tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya, tetapi beliau melakukannya dengan tengahtengah (lurus). Apabila  beliau mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ , beliau tidak (segera melakukan) sujud sampai berdiri tegak. Dan pada setiap dua rakaat  beliau membaca “at-Tahiyat” dan beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.” (HR. Abu Dawud)

4- Artinya: “Diriwayatkan  dari Muhammad bin Amr bin ‘Atha bahwa dirinya pernah duduk bersama dengan para sahabat, maka kami membicarakan tentang shalat Nabi saw, (ketika itu) Abu Humaid as- Sa’idi berkata; aku adalah orang yang paling mengerti shalat Rasulullah saw. Aku melihat beliau,  apabila bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’ meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, kemudian apabila mengangkat kepalanya beliau berdiri tegak sehingga luruslah tiap  tulangtulang punggungnya seperti semula; lalu apabila sujud, beliau meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah dengan tidak menempelkan kedua lengan dan tidak merapatkannya (pada lambung), dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian  apabila duduk pada raka’at yang kedua beliau duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada  raka’at yang terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukkan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.” (HR. al- Bukhari, kitab  al-Adzan, bab sunnah al- Julus fii at-Tasyahhud)

5- Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa’idy ia berkata, adalah Nabi saw apabila  beliau duduk pada rakaat kedua dimana shalat berakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan duduk pada bagian kirinya dengan cara tawarruk,  lalu ia mengucapkan salam”. (HR an-Nasa’i, Kitab as-Sahwi, Bab Sifat al-Julus fi ar-Rak’ati allati yaqdhi fiiha as-Shalat)

Dengan  memperhatikan Hadits-Hadits tentang tata cara shalat di atas, dapat disimpulkan bahwa duduk dalam pelaksanaan shalat ada dua macam,  yaitu:

Pertama, duduk iftirasy, yaitu duduk dengan cara duduk di atas telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan.
Kedua, duduk  tawarruk, yaitu duduk dengan cara memajukan kaki kiri di bawah kaki kanan dan menegakkan telapak kaki kanan.

Berdasarkan kemiripan matan  dan kesamaan isi, dilalah hadits-hadits tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Kelompok pertama (Hadits no.1). Dilalah Hadits ini menunjukkan adanya duduk istirahat ketika akan berdiri dari rakaat ganjil (rakaat pertama dan tiga).
2. Kelompok kedua (Hadits no. 2  dan3). Dilalah kedua Hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi saw pada setiap 2 rakaat membaca at-tahiyat (tasyahud) dan duduk dengan  cara duduk iftirasy, dan Nabi melarang duduk di atas kedua tumitnya dan melarang pula kepada orang yang shalat menghamparkan kedua hastanya seperti binatang.
3. Kelompok ketiga (Hadits no.4-5). Dilalah kedua Hadits tersebut menjelaskan apabila beliau duduk pada rakaat kedua beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy) dan apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau  memajukan kaki kiri (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki kanannya (duduk tawarruk).

Secara lahiriyah (tekstual) Hadits no. 3 (Hadits  riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra.) menunjukkan bahwa pada setiap dua rakaat membaca “at-Tahiyyat”  atau “tasyahud” dan duduk dengan  cara duduk iftirasy. Pemahaman ini tidak tepat karena pada Hadits lain seperti pada Haditsno. 4, Hadits riwayat al-Bukhari melalui Abu Hamid as-Sa’idy menjelaskan bahwa beliau (Abu Hamid) mengetahui betul carashalat Rasulullah, apabila duduk pada rakaat kedua  beliau duduk dengan cara duduk iftirasy dan apabila duduk pada rakaat terakhir duduk dengan cara duduk tawarruk.

Dan pada Hadits no. 5  (Hadits riwayat an-Nasa’i dari Abu Hamid as- Sa’idy menjelaskan bahwa Nabi saw apabila duduk pada rakaat kedua yang merupakan rakaat  terakhir duduk dengan cara duduk tawarruk. Menurut kami Hadits no. 3 (Hadits riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra) tidak difahami secara  kemutlakannya, akan tetapi harus dihubungkan dengan pemahaman terhadap Hadits lainnya (seperti Hadits no. 4 dan 5) yang semakna.

Dengan demikian untuk memahami Hadits tersebut (Hadits no. 3, Hadits riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra) perlu dikaitkan dengan  pemahaman terhadap Hadits lainnya, dan menurut kami pemahaman semacam ini lebih tepat.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap Hadits  tersebut (Hadits no. 3, Hadits riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra.) adalah cara duduk pada raka’at kedua yang bukan merupakan  rakaat terakhir dengan cara duduk “iftirasy”, sedang duduk pada rakaat kedua dan rakaat tersebut merupakan rakaat terakhir (yang diakhiri  dengan mengucapkan salam), maka duduknya dengan cara duduk “tawarruk” (memasukkan kaki kiri di bawah kaki kanan, dan menegakkan  jari-jari kaki kanan serta duduk di lantai). Pemahaman semaca ini dikuatkan dengan pemahaman dari beberapa Hadits yang menjelaskan  bahwa cara duduk pada rakaat terakhir (baik jumlah rakaatnya 2, 3 atau 4) dengan cara duduk “tawarruk”. Dengan mengkaji ulang  pemahaman terhadap.

Hadits-Hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kalimat “raka‘at terakhir” yaitu duduk tahiyat  terakhir dalam shalat, baik shalat tersebut jumlah rakaatnya dua rakaat, tiga rakaat atau empat rakaat, baik dalam shalat wajib maupun shalat  sunat yang setelah selesai berdoa lalu ditutup dengan salam. Cara duduk pada rakaat terakhir tersebut sama, yaitu dengan cara duduk  tawarruk.l Wallahu a‘lam bish-shawab. *A.56h) 

Menu Terkait