Menggabungkan harta Simpanan Suami, Isteri Dan Anak Agar Sampai Nisab Zakat
Pertanyaan:
Jumlah harta (simpanan) saya jika digabung dengan milik istri dan anak-anak saya yang masih balita dalam setahunnya sudah melebihi atas nishabnya.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah, apakah harta (simpanan) yang dimiliki oleh istri dan anak-anak saya yang balita tersebut menjadi tanggungjawab saya ataukah pribadi mereka? Karena jika harta tersebut kami pisah, maka tak satupun dari kami simpanannnya mencapai nishab 85 gram emas. Sebagai informasi, istri saya tidak bekerja, tabungannya dari uang belanja dari saya ia sisihkan tiap bulan.
Bapak Harman St. Idris, (disidangkan pada hari Jum’at, 23 Safar1432 H / 28 Januari 2011 M)
Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan Bapak Harman St Idris, kami sebenarnya masih ingin memperjelas status simpanan milik anak Bapak yang masih balita itu karena dalam pertanyaan Bapak tidak dijelaskan secara rinci apakah simpanan atas nama anak Bapak yang masih balita itu merupakan milik anak Bapak sendiri yang disimpankan oleh Bapak, mengingat anak tersebut umurnya masih balita, atau simpanan itu hanya merupakan dana yang Bapak sisihkan untuk belanja dan keperluan anak tersebut. Sementara simpanan istri bapak dijelaskan kalau hal itu merupakan uang belanja dari Bapak yang disisihkan oleh istri Bapak.
Berkaitan dengan pertanyaan di atas, ada beberapa ketentuan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw yang berkaitan dengan ketentuan zakat yang perlu dicermati sebagai berikut:
a. Qs Al-Ma’arij: 24-25: Artinya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”
b. Qs At-Taubah [9]; 103: Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
c. HR Al- Baihaqi, no. 7783: Artinya: “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: ‘Jika kamu memiliki dua ratus dirham dan mencapai satu tahun maka wajib dizakati lima dirham dan tidak zakat (bagi emas) hingga mencapai dua puluh dinar, dan jika mencapai dua puluh dinar maka zakatnya setengah dinar.”
Dua ayat di atas menjelaskan bahwaharta merupakan titipan Allah kepadamanusia yang di dalamnya ada kewajibankewajiban yang menjadi hak orang lain. Yaitu kewajiban zakat (sadaqah) yang melekat pada harta itu apabila telah mencapai batas nisab yang telah ditentukan. Kewajiban tersebut tidak melekat kepada si pemilik harta akan tetapi melekat pada hartanya. Demikian halnya dengan Hadits Rasulullah saw yang menjelaskan tentang kadar (nisab) harta yang wajib dizakati.
Menyimak pertanyaan Bapak Harman St Idris, dapat dikatakan bahwa Islam mengatur yang namanya hak kepemilikan, termasuk kepemilikan anak-anak yangmasih balita. Islam menganggap bahwa manusia (termasuk anak yang masih balita) mempunyai hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya dan juga melekat pada hartanya. Hanya saja hak dan kewajiban atas harta itu tidak dibebankan secara langsung kepada yang bersangkutan apabila seseorang belum sampai pada masa mukallaf (dewasa/telah akil-baligh), akan tetapi diberikan kepada kedua orang tuanya atau walinya untuk menerima haknya dan melakukan kewajibannya.
Dengan demikian, jika simpanan anak bapak yang masih balita tersebut merupakan miliknya sendiri, maka si anak balita dapat dianggap sebagi pemilik dan kewajiban zakatnya melekat pada anak tersebut. Posisi orangtua dalam harta itu adalah berkewajiban untuk menjaga atau membelanjakannya untuk kepentingan si anak sebagai pemilik apabila si orangtua tidak mampu dan si orangtua bertugas melakukan kewajiban-kewajiban yang melekat pada harta tersebut. Seperti mengeluarkan zakatnya jika telah cukup satu nisab dan mencapai satu haul (satu tahun).
Namun, jika harta (simpanan itu) hanya merupakan harta yang dialokasikan kepada si anak untuk belanja sehariharinya (mengingat si anak masih balita atau belum berpenghasilan), maka simpanan itu masih dikategorikan sebagai bagian dari harta orangtuanya, sehingga penentuan kewajiban zakatnya dapat digabungkan perhitungannya dengan harta yang dimiliki orangtuanya. Jadi jika harta (simpanan) tersebut (setelah digabung) dengan milik orangtuanya telah cukup satu nisab dan telah mencapai satu nisab maka wajib dizakati.
Adapun simpanan milik istri Bapak yang merupakan uang belanja dari Bapak yang disisihkan oleh istri Bapak, maka harta itu masih dikategorikan sebagai harta milik bersama antara Bapak dan istri Bapak. Sehingga jika simpanan tersebut telahcukup satu nisab dan telah mencapai satutahun maka wajib dizakati dan jika belum mencapai satu nisab maka tidak wajib dizakati.
Wallahu a’lam bish-shawab.l *khh)
Sumber: SM 10 - 25 RABIULAKHIR 1432 H