Kamis, 02 Mei 2024

Tafsir Al-Qur'an

Keadilan Dalam Penegakan Hukum   (1)

PROF. DR. H MUHAMMAD CHIRZIN, M.AG.
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
 
Makna Keadilan Keadilan adalah nilai universal. Islam mengakui dan menghormati hakhak yang sah dari setiap orang dan melindungi  kebebasannya, kehormatannya, darah dan harta bendanya dengan jalan menegakkan kebenaran dan keadilan di antara sesama. Tegaknya kebenaran dan keadilan dalam suatu masyarakat membuahkan ketenangan dan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari dan kepercayaan yang timbal balik antara pemerintah dan rakyat, di samping menumbuhkan kemakmuran dan kesejahteraan. Dalam suasana aman, tertib dan tenang masing-masing pihak dapat bekerja sepenuh tenaga, pikiran dan hati mengabdikan diri bagi kepentingan negara dan penduduknya tanpa kuatir dihalangi usahanya atau dirintangi aktivitasnya. (Sayyid Sabiq, Sumber Kekuatan Islam, terjemah Salim Bahreisy dan Said Bahreisy [Surabaya: Bina Ilmu, 1980], 198.)

Keadilan adalah salah satu nilai kemanusiaan yang asasi. Memperoleh keadilan adalah hak asasi bagi setiap manusia. Adil ialah tidak berat
sebelah, jujur, tidak berpihak dan sama rata. Keadilan mengandung unsur kejujuran, kelurusan, keikhlasan yang tidak berat sebelah. (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia [Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996], 8.)

Keadilan ialah sesuatu yang dirasakan seimbang, pantas, sehingga semua orang atau sebagian besar orang yang mengalami merasa pantas.
Salah satu ciri keadilan yang terpenting ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Adil ialah berdiri di tengah-tengah antara dua perkara; memberi tiap-tiap orang apa yang ia berhak menerimanya. (Baharuddin Lopa, Al-Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia, 157).

Allah SwT memerintahkan manusia berlaku adil, termasuk dalam memutuskan suatu perkara dan memberikan kesaksian. Keadilan dalam hukum adalah keadilan yang dapat mewujudkan ketenteraman, kebahagiaan dan ketenangan secara wajar bagi masyarakat. Keadilan dalam hukum dapat dilihat secara nyata dalam praktik, antara lain apabila keputusan hakim yang dijatuhkan oleh aparat penegak hukum telah mampu memberikan rasa ketentraman, kebahagiaan dan ketenangan bagi masyarakat dan mampu menumbuhkan opini masyarakat bahwa putusan hakim yang dijatuhkan sudah adil dan wajar. Hal ini akan memberikan kepercayaan pada masyarakat akan adanya lembaga  pengadilan yang membela hak dan menghukum yang melanggar. Apabila kondisi demikian ini telah tercapai, hal itu akan membantu mencegah timbulnya praktik main hakim sendiri yang sering dilakukan oleh masyarakat yang tidak puas akan keputusan hakim. (Baharuddin
Lopa, Al-Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia, 121).

Allah memerintahkan berbuat adil, mengerjakan amal kebaikan, bermurah hati kepada kerabat, dan Ia melarang melakukan perbuatan keji, munkar dan kekejaman. Ia mengajarkan kepadamu supaya menjadi pengertian bagimu.
(Q.S. An-Nahl [16]: 90).

Keadilan adalah sebuah istilah yang menyeluruh, dan termasuk juga segala sifat hati yang bersih dan jujur. Tetapi agama menuntut yang  lebih hangat dan lebih manusiawi, melakukan pekerjaan yang baik, meskipun ini tidak diharuskan secara ketat oleh keadilan, seperti kejahatan yang dibalas dengan kebaikan, atau suka membantu mereka yang dalam bahasa duniawi “tak mempunyai suatu tuntutan” kepada kita; dan sudah tentu pula memenuhi segala tuntutan yang tuntutannya dibenarkan oleh kehidupan sosial. Begitu juga yang sebaliknya hendaknya dihindari: segala yang diakui sebagai perbuatan munkar, dan segala yang benar-benar tidak adil, kekejaman, dan segala kekufuran dan kefasikan terhadap Hukum Allah, atau terhadap kesadaran batin kita sendiri dalam bentuknya yang paling peka. (Abdullah Yusuf Ali, Qur’an terjemahan dan Tafsirnya, terjemah Ali Audah [Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993], 681 footnote 2127).

Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Apabila kamu mengadili di antara manusia bertindaklah dengan adil. Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Q.s. An-Nisaa‘ [4]: 58).

Menetapkan hukum di antara manusia harus diputuskan dengan adil, sesuai dengan apa yang diajarkan Allah subhanahu wata’ala; tidak  memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walau terhadap lawan, dan tidak pula memihak walau kepada teman. Tetapi menetapkan hukum bukanlah wewenang setiap orang. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk tampil melaksanakannya, antara lain pengetahuan tentang hukum dan tatacara menetapkannya serta kasus yang dihadapi. Bagi yang memenuhi syarat-syaratnya dan bermaksud tampil menetapkan hukum, kepadanyalah ditujukan perintah untuk menetapkan dengan adil. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 2 [Jakarta: Lentera Hati, 2000], 456-457).

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, meskipun terhadap diri kamu sendiri, ibu bapamu dan kaum kerabatmu, baik ia kaya atau miskin; Allah lebih tahu kemaslahatannya. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, supaya kamu tidak menyimpang. Dan jika kamu memutarbalikkan atau menyimpang dari keadilan, maka Allah Mahatahu atas segala perbuatanmu.
(Q.s. An-Nisaa‘ [4]: 135).

Setiap Mukmin diseru untuk menjadi penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya, menjadi saksi karena Allah, yakni selalu  merasakan kehadiran Ilahi, memperhitungkan segala langkah dan menjadikannya demi karena Allah. Persaksian yang ditunaikan juga hendaknya demi karena Allah, bukan untuk tujuan-tujuan duniawi yang tidak sejalan dengan nilai- nilai Ilahi. Didahulukannuya perintah penegakan keadilan atas kesaksian karena Allah, karena tidak sedikit orang yang hanya pandai memerintahkan yang ma’ruf, tetapi ketika tiba gilirannya untuk melaksanakan makruf yang diperintahkannya itu ia lalai. Setiap mukmin niscaya melaksanakan keadilan atas dirinya baru menjadi saksi yang mendukung atau memberatkan orang lain. (M. Quraish Shihab, Al-Misbah, Volume 2, 591-593).

Menegakkan Keadilan dalam Hukum


Adil adalah sifat Allah SwT. Untuk menegakkan keadilan orang harus menjadi saksi demi Allah, sekalipun itu akan mengganggu kepentingan kita sendiri, seperti yang dapat kita bayangkan, atau kepentingan mereka yang dekat kepada kita atau yang kita sayangi. Peribahasa Latin menyatakan, “Keadilan harus berjalan sekalipun langit akan runtuh.” Keadilan Islam lebih tinggi  daripada keadilan formal menurut hukum Romawi itu atau hukum yang mana pun yang dibuat manusia. Ia menembus sampai ke lubuk  perasaan yang paling dalam, karena kita melakukannya seolah kita berada di hadapan Allah, Yang mengetahui segala benda, segala kerja dan gerak hati. (Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, h. 223 footnote 644).

Ada setengah orang yang mungkin cenderung mau membantu pihak yang kaya, karena mengharapkan sesuatu dari pihaknya. Ada pula yang
cenderung mau membantu pihak yang miskin, karena umumnya mereka orang-orang yang tak berdaya. Sikap memihak ke mana pun tidak benar. Bersikap adillah, tanpa harus merasa takut atau terbawa oleh perasaan. Baik yang kaya atau yang miskin keduanya berada di bawah perlindungan Allah, sepanjang kepentingan mereka sah; tetapi mereka tidak dapat mengharapkan keuntungan dengan mengorbankan pihak lain.   Dan Dia akan melindungi urusannya itu lebih baik daripada yang dapat dilakukan manusia. (Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, h. 223 footnote 645).

Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi-saksi karena Allah, dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan. (Q.s. Al-Maidah [5]: 8).

Dalam penegakan keadilan bukan hakim saja yang dituntut untuk menjatuhkan putusan yang adil, tetapi undang- undang itu sendiri atau hukum itu haruslah mengandung rasa keadilan, sekaligus dapat mengubah keadaan sosial, seperti hukum yang memungkinkan rakyat kecil memperoleh peluang untuk mencapai kehormatan yang lebih baik. (Baharuddin Lopa, Al-Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia,124).l Bersambung

Menu Terkait